Senin, 24 September 2012

Cita - Cita

Suatu malam seorang kawan bertanya padaku, “Dek Rya cita-citanya apa?”. Aku bingung, cita-citaku? Apa ya? Sesaat itu aq merasa bodoh sekali, masak aq gak punya cita-cita? Lalu aq hidup untuk apa?

Waktu kecil, ketika seorang anak ditanya oleh guru atau orangtua mereka tentang cita-cita, biasanya jawaban yang muncul adalah ingin menjadi dokter, polisi, perawat, insinyur, guru, pilot, arsitek, penulis, pelukis, dan semacamnya. Sebuah profesi.

Begitupun aq, waktu kecil cita2ku adalah menjadi seorang guru. Terinspirasi oleh guru2ku yang mengajar dengan sepenuh hati, memampukanku untuk membaca dan menulis, mengetahui banyak hal, dll. Menginjak remaja, cita2 itu tetap tidak berubah. Hanya saja aku tidak ingin menjadikan ‘guru’ itu sebagai profesi, makanya aku g’ mau mendaftarkan diri ke Unesa. Alasannya, beberapa guru ada yang pernah mengeluhkan minimnya gaji mereka, mengeluhkan banyaknya pekerjaan mereka, padahal otak luguku sampai saat itu mengatakan bahwa seorang guru itu adalah pahlawan yang tulus, tak peduli apakah mereka akan dihargai atau tidak. Lalu pikirku, aku tetap bisa menjadi guru meskipun aku tidak berada di depan kelas.
 

Jika cita-cita adalah seperti itu, mengarah pada sebuah profesi, lalu apakah berarti jika telah tercapai maka semuanya selesai? Kenyataannya, semakin beranjak dewasa manusia akan semakin meningkatkan level GOAL mereka. Kecuali sebagian orang yang mungkin sudah merasa nyaman dengan pencapaian yang telah mereka cita-citakan. Atau bahkan sebaliknya, untuk sebagian yang lain justru malah menurunkan level cita2 mereka lantaran merasa tak mampu atau malas memampukan diri. Apapun, setidak2nya mereka punya sesuatu untuk dituju.

Manusia tanpa cita-cita, untuk apa dia hidup? Padahal Allah mengaruniai panca indera untuk disyukuri, otak untuk berfikir, alam untuk dipelajari, serta segala nikmatNya yang tersebar di muka bumi untuk dimanfaatkan secara adil. Termasuk juga Allah memperdampingkan kita dengan kaum dhuafa untuk dicintai, serta diadakanNya bencana, musibah, dan masalah untuk muhasabah diri. Dengan itu semua, kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban :

Tidak akan bergeser kaki seorang hamba sehingga di tanyakan padanya tentang 4 hal: Tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, tentang ilmunya apakah dia beramal dengannya, dan tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dia belanjakan”. (HR. Tirmidzi)


“Gak ada mbak, yang kupunya cuma visi dan misi ^_^”. Jawabku kala itu. Bedanya apa ya antara visi misi dan cita-cita? Aq lebih mudah menjawab ketika kusebutkan rencana ke depanq adalah visi dan misi daripada sebagai sebuah cita-cita. Sebab goal terbesarku yang kuanggap sebagai visi adalah khusnul khotimah. Lalu masak aku harus bilang bahwa cita2ku adalah khusnul khotimah? Makanya aku lebih mudah membahasakannya sebagai sebuah visi dan misi, dimana dalam misi itu aku bebas menentukan step demi step yang akan kulakukan untuk mensukseskan visi terbesar itu.

Hmmm… apapun jalannya, Allah Ghoyyatuna!!!!


“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)

Tidak ada komentar: